Minggu, 17 Mei 2015

Malam pertama di Puncak Merapi

Mungkin kita sering mendengar istilah "Perjalanan beribu mill selalu dimulai dengan langkah pertama" untuk menjadi single traveler/single bagpacker banyak pikiran - pikiran yang akan meracuni sehingga takut untuk langkah tegap maju hahahaha jangan capek yang ada belum satu meter sudah gak kuat, Travelmate memang sangat membantu dalam perjalanan menjelajahi suatu tempat tapi tidak selamanya Travelmate bisa menemani sehingga memaksa kita untuk berpergian seorang diri.

Tiket promo pesawat yang saya pesan dari tahun hampir saja saya tidak akan gunakan karena saya pikir toh kota tujuan saya sering saya kunjungi, Jogjakarta yahh Jogjakara sebagian tempat sudah pernah saya kunjungi, saya ingin mencari pengalaman lain lalu terbersit dibenak saya " Bagaimana kalau gunung merapi? " tanpa pikir panjang saya membuka account saya di airasia dan ternyata masih harus melakukan sisa pembayaran, kemudian saya minta tolong kepada teman kantor saya dan salah satu anggota group traveler mas awan tetapi tak bisa membantu saya, ujian pertama dimulai susahnya gak punya credit card uhhhhhh, lalu saya memberanikan diri japri mba isthi member group traveler lainya dengan penjelasan panjang dan memohon - mohon akhirnya mba isthi mau menolong saya dengan senang hati, berkali - kali ucapan terimakasih atas jasanya sisa pembayaran sudah terselesaikan.

Tidak sampai situ ujian saya untuk menjadi single traveler belum usai, belum lagi masalah tenda, alat masak, kompor darurat, petunjuk arah ke pos pendakian dll. Tenda yang semula saya ingin pinjam dari kawan saya ternyata ada dua pasaknya yang hilang menambah ke kawatiran saya sedangkan saya harus berangkat esok hari dan tempat penyewaan tenda serta alat - alat camping ownernya sedang berada diluar kota hal - hal tersebut membuat saya semakin stress, dalam perjalanan sepulang kerja saya berhenti di toko yang menjual alat - alat outdoor berharap tidak kekurangan budget disana saya membeli alat masak sekaligus tenda agar memastikan saya kebutuhan logistik saya di pendakian nanti tidak kurang apapun.

Tiba hari keberangkatan saya dengan diantar keponakan saya, saya sampai dibandara Soetta setelah melakukan cek in dan menunggu beberapa saat keberangkatan menuju Jogjakarta pun dimulai sambil melihat pemandangan melalui kaca dipesawat saya masih #BerpikirKeras akan seperti apa perjalanan saya nanti?, Dengan siapa saya akan mendaki?, Apakah ada yang akan mendaki disana apa lagi hari itu weekday masih seputar itu saja dibenak saya.

Bandara Adisucipto pendaratan yang sempurna walapun *lagi* ada penundaan pesawat selama beberapa menit akibat lalu lintas udara yang cukup sibuk dibandara ini, usai mengambil barang bawaan saya mencoba bertanya - tanya kepada orang yang berada diterminal, ternyata orang yang saya tanya itu supir taxi #SalahTanyaOrang, mereka menawarkan jasa antar hingga Pos Pendakian yang saya maksud, dengan Budget yang pas - pasan saya tidak bisa menggunakan jasa mereka, sayapun berjalan agak menjauh dari bandara dan menemukan sebuah warung kecil dipinggir jalan kemudian bertanya "Bertanya bagaimana cara agar bisa sampai ke Pos Pendakian Selo ?" pemilik warung tersebut menyarankan saya agar menaiki damri jurusan Magelang namun saya harus turun di Ps. Blabak supaya bisa menuju Selo.

Keberangkatan Bus Damri Jogjakarta - Magelang Pukul 13.00 Wib dengan membayar Rp. 50.000,- saya #DudukDudukGanteng hingga tujuan saya, setibanya di Ps. Blabak langsung mengeluarkan tas camera saya dan mengisi tas tersebut dengan air mineral 1,5 liter sebanyak 5 buah, Kopi Hitam Sachetan ( kemanapun harus selalu ada ), Bubur Instan dan Mie Instan.

Seperti hilang arah dari Ps. Blabak untuk menuju Selo saya menaiki kendaraan berwarna kuning menuju Banar, didalam kendaraan teresebut saya sempat mengambil gambar anak sekolah dan kalau tidak salah seorang guru.

Jadi inget waktu sekolah dulu,
Route Angkutan Umum ini sudah pada tujan akhirnya sayapun turun tidak lupa membayar Rp. 10.000,- untuk tarifnya*naik gratis turun bayar hahhahahha, dengan tampang memelas saya kembali bertanya tentang Pos Pendakian Selo, tak masalah bertanya berkali - kali #KadangSaYaMerasaSedih plesetan peribahasa "Malu bertanya sesat dijalan, Banyak Bertanya Bego" itu benar terjadi pada saya tapi tak #ApalahApalah selama saya tidak ingin tersesat, Baiknya tukang ojek yang saya temui dia memberitahukan bahwa tidak ada angkutan umum yang menuju sana *SayaTauIniPolitiknya, ternyata itu bukan sekedar politik memang setelah menunggu lama tak ada satupun kendaraan umum yang lewat akhirnya saya kembali ke tukang ojek itu dan melakukan penawaran sengit Rp. 50.000,- untuk sampai Pos Pendakian.

Awan mendung disertai rintik - rintik hujan menyertai tukang ojek yang mengantar saya, sepanjang perjalanan si Bapak Tukang Ojek ini bercerita banyak hal termasuk bagaimana dia dan keluarga nya mengungsi saat letusan Gn. Merapi Th. 2010 silam.

Ailran sungai dimana lahar dingin mengalir disaat terjadi letusan.

Ditambah dengan pemandangan sungai dimana aliran lahar dingin membuat saya meriding sekaligus kagum dengan kekuatan Sang Pencipta Gusti Allah S.W.T yang ditunjukan melalui Gn. Merapi.
Samar - samar terlihat tulisan " New Selo " dari kejauhan tanda sudah hampir sampai di pos pendakian.

Si Abang tukang ojek menurunkan saya tepat dibawah jalan aspal yang menanjak, menurutnya ini peraturan tidak tertulis apabila pelancong yang akan mendaki apabila menggunakan angkutan umum baik ojek ataupun bus harus turun ditempat ini.
Mungkin kaliman yang ditulis itu berbunyi " Selamat Datang ".
 Untuk jalan menuju pos pendakian bisa dibilang sebagai pemanasan, huuuuhhhh !!!! belum memasuki jalur pendakian saya sudah berkali - kali untuk duduk beristirahat, beberapa warga sekitar yang lewat didepan saya tanpa sungkan melemparkan senyum, Puncak merapi masih jauuuhh kawan !!! dan ini masih belum ada apa - apanya, baru mau menuju Base Camp Bara Meru.

Spanduk yang besar, kata - kata yang pertama kali saya baca " Selamat Datang Para Pendaki ", didalam hati saya berkata " Dari sinilah saya akan pantas mendapatkan gelar sebagai pendaki ".


Setelah mengambil nafas dan tentunya kebiasaan buruk saya yang susah saya hilangkan yaitu meroko saya langsung melakukan pendaftaraan/lapor diri/estimasi, administrasi untuk lapor diri dikenakan Rp. 15.000 per orang biaya tersebut sudah termasuk asuransi jiwa.

Selama 15 menit menunggu untuk rombongan yang akan mendaki akhirnya saya bertemu dengan sekelompok pemuda dan pemudi yang jauh dibawah saya dalam segi umur namun dalam pengalaman soal mendaki jelas saya kalah jauh, dengan kelompok itu saya bisa mendaki karena dalam pendakikan tidak diperbolehkan sendiri.

Pendakianpun dimulai, Dalam hati tak henti - hentinya mengucapankan salam dan memohon keselamatan pada Sang Pencipta, untuk kelas pemula seperti saya gunung merapi cukup berat menurut meraka, karena jalanan menuju atas terus menanjak naik tak ada bonus ( istilah jalanan datar dalam pendakian ), saya juga dibilang cukup berani karena dari jakarta seorang diri dan memilih merapi sebagai Gunung Pertama yang akan didaki *tiba - tiba saya merasa besar kepala dibilang seperti itu.

Mereka cukup sabar ketika harus menunggu saya yang kelelahan dan beristirahat, sungguh beruntungnya saya bertemu dengan mereka, Jalur pendakian Gn. Merapi dapat ditempuh dengan waktu 4 - 5 jam dalam kenyataannya saya akan berpikir untuk pemula seperti saya bisa menjadi 6 - 7 jam, Saat itu kami mulai pendakian sekira jam 17.30 wib saat adzan magrib tiba kami berhenti untuk sholat magrib.

Seberapa besar tekad untuk mencapai puncak diuji, rasa lelah karena beban yang saya pikul hampir saja mebuat saya menyerah, ucapan dukungan dari #TravelerKonslet dan semboyan Pemadam Kebakaran yang berbunyi " Pantang Pulang Sebelum Menang " yang akhirnya membuat saya menjadi semangat.

Anggaplah Foto ini diambil saat mendaki, walapun kenyataannya foto dipos II ini diambil saat turun -_- !!!

Watu Gajah nama point atau titik terkahir sebelum mencapai Pos Pasar Bubrah, saya yang merasa batas kemampuan saya mendaki mungkin dengan 20 - 30 menit lagi mendaki saya bisa sampai di Pos Pasar Bubrah tapi saya rasa cukup disini, sementara untuk kelompok muda - mudi itu melanjutkan pendakian hingga Pasar Bubrah dan mendirkan tenda disana, karena menurut saya kalau dipaksakan tidak baik jadinya pada waktu itu mungkin jarum jam menunjukan pukul 22.00 wib artinya saya membutuhkan waktu + 5 jam 30 menit untuk mencapai point Watu Gajah ini, bersandar pada sebuah batu saya beristirahat hingga mata terpejam hingga akhirnya rintik hujan yang semakin kencang membangunkan saya.

Bisa dibilang kegiatan Ekstrakulikuler Pramuka waktu SD ( Sekolah Dasar ) yang saya ikuti karena keterpaksaan saja * kaya lirik lagu* karena kalau saya tidak ikut akan memepengaruhi nilai dirapot dan saat bagian mendirikan tenda saya hanya melihat atau pura - pura sibuk dengan pasak bambu padahal disaat - saat seperti ini sangat dibutuhkan keahlian seperti itu, biarpun sekarang membuat tenda lebih gampang tetapi tetap saja sulit buat saya, dengan berbekal gambar petunjuk yang ada seadanya saya mendirikan tenda, itupun tanpa menggunakan pasak agar tenda bisa berdiri lebih kokoh.
Hotel with Bilion Stars.
Malam pertama saya dimulai bukan sebagai pengantin baru seperti Dhimas dan Tika, Saya hanya ditemani ransel dan berselimutkan sleeping bag *NB : apa perlu dijelasin juga gw sendirian, gak kan ?* melewati " Malam Pertama Sebagai Pendaki di Merapi ". Rasa takut akan tenda yang roboh akibat angin dan hujan diluar sana kalah dengan rasa kantuk yang datang sayapun terlelap.

Penyesalan saya saat itu mengacuhkan alarm yang berbunyi sehingga saya tidak bisa melihat moment Sunrise dari puncak merapi, Pukul 08.00 wib saya keluar dari tenda dan mencoba untuk menyalakan kompor darurat berbahan bakar parafin yang berkali - kali saya coba nyalakan tetapi angin berhembus yang membuat saya agak kesulitan, sekali kompor menyalah saya memasak air untuk membuat secangkir kopi dan menyeduh bubur instan sebagai sarapan saya.

Sarapan, kopi hitam dan sebatang roko aihhhh mantaapp !!!!.

Pernah saya berpikir untuk berhenti meroko pada saat mendaki sekali lagi lain dengan kenyataan ketika berada dipuncak pikiran itu hanya menjadi wacana.

Setelah berjalan sambil mengambil beberapa gambar akhirnya saya sampai di titik point yang bernama Pasar Bubrah, banyak tenda - tenda pendaki yang didirikan disini,

Pasar Bubrah.

Penjelasan mengenai Pasar Bubrah pernah saya postingkan di sosial media saya, untuk mengingat saya akan menerangkan kembali tentang Pasar Bubrah. dari informasi yang saya dapat pengertian Pasar Bubrah ini dibagi menjadi dua, Pertama kenapa dinamakan Pasar Bubrah karena disini banyak terdapat bebatuan besar, angin yang melalui celah bebatuan ini menciptakan bunyi seperti keramaian layaknya seperti pasar pada umumnya, Alasan kedua menurut saya agak horor *ihhhhhhhh, Manusia diberikan kelebihan melihat sesuatu yang gaib atas kuasa Sang Khalik, Menurut orang yang memiliki kelebihan itu di Pasar Bubrah ini merupakan pasar bagi mahluk - mahluk astral. Selepas dari pengertian diatas baik no satu maupun nomor dua keindahan alam harus dijaga TIDAK HANYA DI PASAR BUBRAH DIMANANPUN, bagaimana seadainya pengertian nomor dua yang benar???? mereka merasa terganggu dengan perbuatan para pendaki yang tidak bisa menjaga lingkungannya? hal apapun bisa terjadi. Bukan maksud ingin menakuti - nakuti saya hanya ingin kita lebih menghormati, menjaga dan melestarikan lingkungan dimanapun khususnya di Pasar Bubrah ini, apabila melakukan kebaikan pasti tidak terjadi hal buruk pada kita, Ammin !!!.

Monumen ACHPASENA.

Monumen ACHPASENA ( Achmad Al Habsji, Paulus Haryo Sulaksono dan Arseno ) membuat saya menundukan kepala memohon kepada Allah agar diberikan tempat layak disisi-Nya ( Ammin !!! ).

"Puncak Garuda" nama dari puncak tertinggi di Gn. Merapi ini disebut, menurut teman sependakian yang saya temui dahulu sebelum letusan di th 2010 masih bisa bagi para pendaki untuk kesana sekarang mungkin agak beresiko.

Rasa bangga tanpa rasa kufur seraya mengucap "Alhamdullilah" biasa mencapai puncak, walaupun berat cobaan untuk berani melangkah.

Ain't No Mountain High Enough by Marvin Gaye & Tammi Terrell 
Sebagai Single Traveler dan Pendaki Pemula saya berhasil, ketakutan sebelum melakukan perjalanan tidak menjadi nyata, hanya bertemu disini untuk mencapai tujuan yang sama sudah menjadi alasan yang cukup untuk menjalin persaudaraan sesama pendaki atau traveler, tidak sungkan untuk menolong walapun baru dikenal tanpa berpikir pamrih.

Mas Oksa dan Cs.
Teman baru bertambah saat berada dipuncak kali ini tak akan saya lewatkan untuk meminta nomor contact, Mas Oksa pelajar kelas I SMA bersama 6 orang temannya dan Paman dari mas aan sebagai pendamping mereka, Mas Oksa sempat mengomentari tulisan yang ada dibaju saya aneh, keren dan lucu katanya, yaah memang begitulah di #TravelerKonslet, susah diungkapkan dengan kata - kata. 
Bukan siapa yang terlebih dahulu mencapai puncak, tapi bisa mencapai puncak bersama - sama moment mutlak kebanggan sebagai pemenang atas keberhasilan kami hingga akhir.

Pukul 11.00 wib kami mulai berjalan turun, tiba dimana tempat saya mendirikan tenda pikir saya mereka akan melanjutkan perjalan tetepi mereka mau menunggu saya yang merapikan tenda dan perlengkapan lainya, baiiikkkkkk bangeettt !!!.

Menjulang tak kalah gagah dengan Gn. Merapi, Terlihat saat turun Gn. Merbabu seolah - olah berkata
 " Datanglah kepadaku ! ".
Jalan yang licin akibat gerimis semalam membuat kami berhati - hati melangkah, alon - alon asal kelakon begitu katanya dalam bahasa jawa. Saat mendekati Pos II kami diguyur hujan yang cukup deras, Kamipun berteduh hingga hujan reda akan bahaya jika kami memaksakan diri untuk turun. Sembari menunggu saya bertanya kepada omnya mas aan tentang angkutan umum jurusan jogjakarta, dari penjelasannya saya harus menaiki anggkutan umum yang menuju Terminal  itu pun jarang sekali yang ada, lalu dari Terminal naik Bus jurusan solo kemudian turun di Terminal Kertasura dilanjutkan dengan Bus yang menuju Jogjakarta. Hujanpun reda kami melanjutkan perjalanan kami. jarum jam menunjukan Pukul 15.10 wib saat kami tiba di Base Camp Bara Meru, teh hangat untuk mereka dan tentu saja secangkir kopi hitam untuk saya pesan kami kepada warung yang ada disamping base camp.

Selesai menikmati teh hangat Team Oksa saya menyebutnya mengajak untuk berfoto bareng sebagai kenang - kenangan. Kebersamaan kami bukan untuk yang terakhir mungkin awal dari petualangan saya dengan mereka suatu saat nanti. Sekali lagi saya tertolong oleh mereka, omnya mas aan mau mengantarkan saya ke terminal tanpa pamrih walapun saya memaksa untuk menerima sejumlah uang yang tidak seberapa besar dibandingkan kebaikanya selama dalam perjalanan, ia menolak. Semoga mendapatkan balasan yang lebih itu harapan saya.

Bus menuju solo saya naiki, dalam perjalanan saya kembali mengingat - ingat petualangan yang saya tidak sangka bisa saya lakukan. Pengalaman yang cukup menggelikan buat saya ketika sampai diterminal disaat menunggu Bus menuju Jogjakarta ada seorang tukang ojek yang menawarkan jasanya cukup murah menurut saya, hanya dengan Rp. 10.000,- saya bisa diantarnya sampai Jogjakarta dengan sigap saya langsung mengiyakan tawarannya, mie ayam yang baru saya pesan dan masih panas - panasnya saya buru - buru habiskan takut tukang ojek itu berubah pikiran, setelah perjalanan selama 15 menit dari terminal dengan alasan akan putar balik saya disuruh turun dan berjalan kearah lampu merah lalu menunggu disana, Tapi anehnya setelah menunggu tukang ojek itu tak kunjung datang, saya tetap berpikir positif walapun dalam hati saya berpikir " saya tertipu, apa mungkin ???? ahhh mungkin putar baliknya jauh " hampir memakan waktu satu jam dan bus jurusan Jogja berkali - kali lewat didepan saya untuk menyadari " Ternyata Benar Saya Tertipu " malu rasanya kalau mengetahui Pekerjaan saya yang seberanya bisa kena tipu daya.

Pukul 22.00 wib saya tiba di Kota Jogjakarta setelah menaiki bus selama + 4 jam dilanjutkan dengan menggunakan Bus Trans Jogja saya menuju Hotel yang sengaja saya pesan untuk bermalam, kasur empuk, bantal, selimut hangat hotel berbintang memang membuat rasa nyaman namun masih kalah dengan Tenda yang saya buat dipuncak merapi sana karena ditaburi berjuta - juta bintang.

Di saat turun dari Puncak Merapi sana saya sudah membayangkan gudeg yang akan saya makan ketika sampai, setelah persiapan cek out merapikan semua barang saya berjalan keluar hotel mencari - cari makanan khas Jojga itu, di Jl. Sosrowijayan tak jauh dari tempat saya menginap, saya melihat seorang ibu yang menjajahakan Gudeg sempat saya menjauh lalu berbalik arah dan berhenti disana untuk mencoba Gudeg buatannya, lahap terasa pedas - pedas manis sampai lupa menanyakan nama ibu pembuat Gudeg ini.
LIhatlah itu " Tangan Kehidupan "
Setelah terisi mencoba membuang waktu hingga saat perpisahan dengan kota Jogjakarta saya berjalan menuju malioboro mencari buah tangan untuk 3 keponakan saya yang masih balita ( untuk yang besar mungkin lain kali #GakTauKapan ), melalui Pasar Beringharjo hingga mampir ke outlet Dagadoe walapun hanya Shoping window, beli enggak liat - liat doang hehehhehe !.

Take Selfie time !!!
Masih penasaran dengan gudeg berjalan kaki hingga sampai ditempat Gudeg yang tersohor " Gudeg Yu Djum " tidak ada kata keenyang buat perut karet, terasa berbeda dengan gudeg sebelumnya, rasa penasaran akhirnya sudah terbayarkan " Makan Gudeg sampe 2 kali dalam kurang waktu tidak ada 3 jam ".
Untuk kedua kalinya !!!

Berat langkah untuk kembali ke tempat menginap bukan karena habis makan gudeg, tapi berat langkah karena harus berpisah dengan Jogja, berharap bisa kembali lagi lalu lagu KLA Project pun diputar hehehhehee " maka ijinkanlah aku untuk pulang kembali ke kota mu".

Pesawat yang siap mengantar kembali ke Jakarta sudah menunggu, meninggalkan ingatan - ingatan dikepala.
Samapai jumpa Jogja

Terimakasih Gn. Merapi atas semua kebaikanmu !!!


Lalu salam hangat terlihat dari Gunung Merapi melalui jendela pesawat dari tempat saya duduk, mengingatkan saya atas sedikit penyesalan ketika berada dipuncak sana, seraya berkata " Tunggulah Merapi suatu saat jika Allah mengijinkan aku akan kembali mengunjungi mu !".